dc.contributor.author | NUGRAHA, GUMILANG TRESNA | |
dc.date.accessioned | 2019-12-18T11:32:09Z | |
dc.date.available | 2019-12-18T11:32:09Z | |
dc.date.issued | 2019 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/30983 | |
dc.description | Terjadinya kembali kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang mengakibatkan polusi asap lintas batas menyebabkan Singapura frustasi, sehingga mendorong pemerintah Singapura untuk membentuk suatu aturan yang memuat yurisdiksi ekstrateritorial di dalamnya. Aturan tersebut kemudian dikenal dengan Transboundary Haze Pollution Act. 2014. Berdasarkan peraturan tersebut Singapura memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelaku pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia. Sebagai bentuk implementasi dari THPA, pada tahun 2016 Singapura menangkap WNI terduga pelaku pembakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015.Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kompetensi Singapura dalam menangkap WNI terduga pelaku pembakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan polusi asap lintas batas negara ditinjau dari kaidah Hukum Internasional. Dimana penelitian ini disusun dengan metode penelitian yurisdis normatif yang mengedepankan studi pustaka, yang dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwasanya pada dasarnya Indonesia dapat diminta tanggung jawab negara atas polusi asap lintas batas yang terjadi. Namun pada prakteknya tanggung jawab negara akan sukar untuk diminta, dikarenakan Indonesia telah meratifikasi AATHP. Adapun terkait kompetensi Singapura dalam menangkap WNI terduga pelaku pembakaran hutan, menurut Hukum Internasional Singapura tidak memiliki kompetensi, karena tindakan tersebut tanpa berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia sehingga perbuatan Singapura merupakan bentuk pelanggaran kedaulatan | en_US |
dc.description.abstract | Terjadinya kembali kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang mengakibatkan polusi asap lintas batas menyebabkan Singapura frustasi, sehingga mendorong pemerintah Singapura untuk membentuk suatu aturan yang memuat yurisdiksi ekstrateritorial di dalamnya. Aturan tersebut kemudian dikenal dengan Transboundary Haze Pollution Act. 2014. Berdasarkan peraturan tersebut Singapura memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelaku pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia. Sebagai bentuk implementasi dari THPA, pada tahun 2016 Singapura menangkap WNI terduga pelaku pembakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015.Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kompetensi Singapura dalam menangkap WNI terduga pelaku pembakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan polusi asap lintas batas negara ditinjau dari kaidah Hukum Internasional. Dimana penelitian ini disusun dengan metode penelitian yurisdis normatif yang mengedepankan studi pustaka, yang dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwasanya pada dasarnya Indonesia dapat diminta tanggung jawab negara atas polusi asap lintas batas yang terjadi. Namun pada prakteknya tanggung jawab negara akan sukar untuk diminta, dikarenakan Indonesia telah meratifikasi AATHP. Adapun terkait kompetensi Singapura dalam menangkap WNI terduga pelaku pembakaran hutan, menurut Hukum Internasional Singapura tidak memiliki kompetensi, karena tindakan tersebut tanpa berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia sehingga perbuatan Singapura merupakan bentuk pelanggaran kedaulatan | en_US |
dc.publisher | FH UMY | en_US |
dc.subject | POLUSI ASAP LINTAS BATAS | en_US |
dc.subject | RATIFIKASI | en_US |
dc.subject | TANGGUNG JAWAB NEGARA | en_US |
dc.subject | IMPLEMENTASI THPA | en_US |
dc.subject | KEDAULATAN | en_US |
dc.title | KOMPETENSI PEMERINTAH SINGAPURA UNTUK MENANGKAP WNI TERDUGA PELAKU PEMBAKARAN HUTAN PENYEBAB POLUSI ASAP LINTAS BATAS NEGARA Skripsi | en_US |
dc.type | Thesis
SKR
FH
262 | en_US |