| dc.contributor.advisor | | |
| dc.contributor.author | HARTANT, RAHMAD DWI | |
| dc.date.accessioned | 2020-02-19T06:27:47Z | |
| dc.date.available | 2020-02-19T06:27:47Z | |
| dc.date.issued | 2019-01-04 | |
| dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/31842 | |
| dc.description | The Asian financial crisis began with the fall of the Thai Baht in June 1997, this crisis struck almost all countries in Asia, one of which was South Korea. South Korea then became the country with the world's 11th largest economy, also receiving the impact of the Thai crisis. On 23 January 1997, one of South Korea's big companies, ' Hanbo Iron & Steel ' became bankrupt due to bonds that were not priced and in the process of large funds loans, there was corruption involving the world of politics and Financial. This made foreign investors who lost interest in the South Korean market to leave the stock market, so the price of the collapse stocks and the exchange rate of the won currency against the American dollar were also dropped. Due to this situation, finally, in November, the agenda to solicit financial assistance to the IMF was discussed openly, and South Korea entered the IMF framework starting on December 3, 1997. During the IMF aid loan, South Korea is able to recover quickly and pays its debts 3 years faster than scheduled targets. The factors that affect the rapid recovery process of South Korea are external and internal factors that are in the form of an agreement with the IMF and internal policy of the South Korean government in handling the monetary crisis of Asia in 1997. | en_US |
| dc.description.abstract | Krisis Keuangan Asia diawali dengan jatuhnya mata uang Baht Thailand pada Juni 1997, krisis ini melanda hampir semua negara di Asia, salah satunya Korea Selatan. Korea Selatan yang saat itu menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke11 dunia, turut menerima imbas krisis Thailand. Tanggal 23 Januari tahun 1997, salah satu perusahaan besar Korea Selatan yaitu 'Hanbo Iron&Steel' menjadi bangkrut akibat obligasi yang tidak ada harganya dan di dalam proses pinjaman dana yang besar itu, terdapat korupsi yang melibatkan dunia politik dan keuangan. Hal ini membuat para investor asing yang kehilangan minat pada pasar Korea Selatan meninggalkan pasar saham, sehingga harga saham kolaps dan nilai tukar mata uang won terhadap dolar Amerika juga anjlok. Karena situasi ini, akhirnya, pada bulan November, agenda untuk meminta bantuan keuangan kepada IMF dibahas secara terbuka, dan Korea Selatan memasuki kerangka IMF mulai tanggal 3 Desember 1997. Selama masa peminjaman bantuan IMF, Korea Selatan berhasil pulih dengan cepat dan dapat membayar utangnya 3 tahun lebih cepat dari target yang diagendakan. Adapun faktor yang mempengaruhi cepatnya proses pemulihan Korea Selatan adalah faktor eksternal dan internal yang dimana eksternal berupa kesepakatan dengan IMF dan internal berupa kebijakan dari pemerintah Korea Selatan dalam menangani krisis moneter Asia pada tahun 1997. | en_US |
| dc.publisher | FISIP UMY | en_US |
| dc.subject | KOREA SELATAN | en_US |
| dc.subject | SOUTH KOREA | en_US |
| dc.subject | IMF | en_US |
| dc.subject | KRISIS MONETER | en_US |
| dc.subject | ASIA | en_US |
| dc.subject | KEBIJAKAN | en_US |
| dc.subject | POLICY | en_US |
| dc.subject | MONETARY CRISIS POLICY, | en_US |
| dc.title | KEBIJAKAN KOREA SELATAN MENGGUNAKAN BANTUAN IMF DALAM MENGHADAPI KRISIS MONETER ASIA TAHUN 1997 | en_US |
| dc.type | Thesis | en_US |
