Show simple item record

dc.contributor.authorPermatasari, Ane
dc.date.accessioned2020-04-18T04:25:08Z
dc.date.available2020-04-18T04:25:08Z
dc.date.issued2018-12-22
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/32809
dc.descriptionPencapaian affirmative action oleh partai politik dalam pencalonan calon legislatif nya (terutama caleg perempuan) pada pemilu selama ini dianggap sebagai sebuah mekanisme penting, karena partai politik adalah satu-satunya “kendaraan politik formal” yang bisa mengantarkan seseorang untuk masuk ke dalam lembaga legislatif. Penelitian ini menemukan bahwa, pada konteks DIY, pada Pemilu 2014 di DPRD DIY, pencapaian affirmative action kuota 30% perempuan oleh partai politik cukup menggembirakan. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa angka rata-rata pencalonan caleg perempuan oleh partai politik mencapai 40%. Berkaitan dengan upaya partai politik untuk mendukung keterpilihan caleg perempuan di DPRD DIY pada Pemilu 2014 belum menunjukkan kesungguhan yang optimal, hanya bersifat administratif karena tidak memenuhi unsur substantif dari regulasi tersebut. Zipper system, tidak terlaksana secara substansial. Caleg perempuan lebih banyak ditempatkan pada urutan akhir kelipatan tiga dan bukan sebaliknya. Sementara penempatan caleg perempuan pada dapil strategis juga belum dilaksanakan oleh partai politik. Hal ini karena adanya konflik kepentingan antara caleg perempuan dengan pengurus parpol yang sebagian besar laki-laki dan juga mencalonkan diri. Novelty dari penelitian ini adalah penelitian ini menemukan bahwa teori yang mengatakan bahwa kuota gender dan placement mandate hanya relevan bila diterapkan di negara dengan sistem pemilu proporsional daftar tertutup dan tidak akan memberikan efek positif bila diterapkan di negara dengan sistem pemilu daftar terbuka seperti di Indonesia, ternyata tidak sepenuhnya benar. Meskipun sistem pemilu di Indonesia adalah sistem proporsional daftar terbuka, tetapi untuk konteks DIY, menunjukkan bahwa nomor urut ternyata masih memegang peranan penting terkait peluang keterpilihan seorang caleg dalam pemilu. Hal ini dibuktikan dengan data bahwa 74,6% atau 41 orang dari 55 orang anggota DPRD DIY terpilih pada Pemilu 2014 berada pada nomor urut 1 dan 2, dan hanya 25,4% yang berada pada posisi nomor urut lebih dari 2.en_US
dc.description.abstractThe achievement of affirmative action by political parties in the legislative candidate nomination (especially female candidates) at the election, so far, is considered as an important mechanism, because political parties are the only one “formal political vehicle” that can deliver someone to enter the representative institutions. This research has found that in the Special Region of Yogyakarta (DIY), in 2014 Election of Regional House of Representative (DPRD DIY), all election participant political parties has implemented affirmative action of 30% female quota. It proved that the research data result showing the average percentage of women candidate nomination reach an average 40%. Regarding the efforts of political parties to support the electability of female candidates in the DIY DPRD in the 2014 election, they have not shown optimal seriousness, only being administrative in nature because they do not fulfill the substantive elements of the regulation. Zipper system, not implemented substantially. More female candidates are placed in the final sequence of multiples of three and not vice versa. While the placement of female candidates in strategic electoral districts has not been implemented by political parties. This is because there is a conflict of interest between female legislative candidates and political party officials who are mostly men and also run for legislative candidates. This research finds that the theory that gender quotas and placement mandates is only relevant if applied in a country with a closed list proportional electoral system and will not have a positive effect if applied in countries with an open electoral system like in Indonesia, it turns out not entirely true. Although the electoral system in Indonesia is an open list proportional system, but for the DIY context, it shows that the sequence number turns out to still play an important role in relation to the chances of electing a candidate in the election. This is evidenced by data that 74.6% or 41 people from 55 elected members of the DIY DPRD in the 2014 election were in number 1 and 2, and only 25.4% were in the position number more than 2.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherPROGRAM DOKTOR ILMU POLITIK ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTAen_US
dc.subjectwomen electionen_US
dc.subjectpolitical partiesen_US
dc.subjectaffirmative actionen_US
dc.subjectconflict of interesten_US
dc.titlePENCAPAIAN AFFIRMATIVE ACTION KUOTA 30% PEREMPUAN OLEH PARTAI POLITIK UNTUK MENDUKUNG KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN DI DPRD DIY PADA PEMILU 2014en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record