Show simple item record

dc.contributor.authorRiyanto, Sugeng
dc.date.accessioned2020-04-18T05:17:04Z
dc.date.available2020-04-18T05:17:04Z
dc.date.issued2018-12-22
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/32812
dc.descriptionKomunitas Muslim Melayu di Singapura merupakan kelompok minoritas dengan komposisi hanya 14.3%, sedangkan kelompok mayoritas adalah Etnis Cina dengan 76%. Sebagai kelompok minoritas, komunitas masyarakat Muslim di berbagai negara di Asia Tenggara seperti di Thailand, Filipina maupun Myanmar, umumnya diperlakukan sebagai kelompok marginal, stigma negatif. Sebaliknya, di Singapura, terdapat berbagai kebijakan yang akomodatif terhadap kepentingan kelompok Islam yang dibuat Singapura di era Lee Kuan Yew. Di antara kebijakan tersebut misalnya adalah penetapan Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional serta pengakuan bahwa penduduk asli Singapura adalah etnis Melayu yang identik dengan Islam. Kebijakan lain ialah dikeluarkannya undang undang pemberlakuan administrasi Islam (AMLA) yang derivasinya adalah pembentukan Majelis Ugama Islam Singapura yang bertugas untuk menjamin pemenuhan kepentingan Islam seperti pembangunan masjid, administrasi madrasah (sekolah Islam), pengelolaan zakat dan pengelolaan ibadah haji. Kebijakan luar negeri Singapura di bawah Lee Kuan Yew juga menunjukkan sikap akomodasinya terhadap tekanan Indonesia dan Malaysia yang mayoritas berpenduduk Muslim. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan tersebut sebagai akibat dari penilaian Lee Kuan Yew terhadap posisi Islam di sekitarnya. Meskipun Islam di Singapura dalam posisi minoritas, namun ia memiliki kaitan (affairs) yang erat dengan komunitas Islam lain di Malaysia dan Indonesia, sehingga sebenarnya etnis Cina juga dalam posisi sebagai minoritas di Asia Tenggara. Di samping itu, gejala kebangkitan Islam Asia Tenggara juga dikonstruksi sebagai ancaman terhadap eksistensi Singapura.en_US
dc.description.abstractThe Malay Moslem community is actually a minority group in Singapore which is they consist 14.3% of whole citizen, while Chinese ethnic is a majority with 76%. The previous studies on minority in Souteast Asia such as Thailand, Philipine and Myanmar showed that mostly the Muslim minority was threated as marginal community, addresed negative stigma. Contrary, in Singapore, there are some policies released by Governtment under Lee kuan Yew administration those are very accommodative toward Islam (Malay), such as recognition of Bahasa Melayu as a national language and Malay which is identic as Moslem as indegeneous people of Singapore. In the other side, government also launched Administration of Muslim Law Act (AMLA), that guarante Moslem to run Islamic Law. One of the implementation of this act was the establishment of Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) for facilitating Moslem organizing zakat, haji (pilgrim), building Masjid and managing madrasah (Islamic school). Lee also demonstrated accommodative foreign policy toward its neigbhour, Indonesia and Malaysia. This research showed that thee accommodative policies driven by Lee’s judgment on Islam surrounding Singapore. Although Islam in Singapore is a minority, they have affairs with Islam in Malaysia and Indonesia, so that Cina is actually a minority in Southeast Asia. Beside, the fenomena of Islam’s awekaning in this region has been constructed as a threat toward Singapore.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherPROGRAM DOKTOR ILMU POLITIK ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTAen_US
dc.subjectIslamic Affairsen_US
dc.subjectLee administrationen_US
dc.titleSIGNIFIKANSI ISLAM DALAM KEBIJAKAN POLITIK SINGAPURA: STUDI ATAS KEBIJAKAN LEE KUAN YEWen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record