PENGENYAMPINGAN KEADILAN SUBSTANTIF DALAM PENERAPAN AMBANG BATAS SENGKETA HASIL PILKADA DI MAHKAMAH KONSTITUSI
Abstract
Penelitian ini tentang pengenyampingan keadilan substantif dalam penerapan ambang batas sengketa
hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi, yang dilatarbelakangi oleh persoalan penerapan ambang batas
sebagai syarat formil permohonan penyelesaian sengketa hasil pilkada. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif/doktrinal dengan pendekatan perundang-undangan
(statute approach), pendekatan analitis (analytical approach), pendekatan kasus (case approach). Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) dan analisis data
menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian membuktikan bahwa penerapan ambang batas
permohonan sengketa hasil (0,5-2%) pada pilkada tahun 2015, 2017, dan 2018 yang seluruhnya diterapkan
dengan kaku dengan mengutamakan Pasal 158 Undang-Undang Pilkada yang berkepastian hukum.
Penerapan ini telah menciderai ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 28D ayat (1) Undangundang Dasar 1945 yang menegaskan peradilan MK tidaklah sekedar menerapkan kepastian hukum
(Undang-Undang Pilkada), peradilan MK sesungguhnya adalah menerapkan konstitusi, bukan undangundang. Artinya jika ada undang-undang melanggar/menghalangi ketentuan roh peradilan konstitusi,
maka harus dibatalkan/dikesampingkan dalam penerapannya (kasuistis). Marwah peradilan konstitusi
harus ditegakkan dengan mengutamakan keadilan substantif agar mampu membuktikan penerapan nilainilai demokrasi yang jujur dan adil, sekaligus membuktikan tidak adanya pelanggaran yang terstruktur,
sistematis, dan masif.