Show simple item record

dc.contributor.authorSiswantoro, Farid Bambang
dc.date.accessioned2020-10-23T02:15:45Z
dc.date.available2020-10-23T02:15:45Z
dc.date.issued2020-06-20
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/35761
dc.descriptionKondisi KPU provinsi di seluruh Indonesia menunjukkan ketimpangan yang nyata satu sama lain. Hal itu kelihatan ditilik dari beban muatan sebagai electoral management body (EMB), yakni antara lain jumlah kabupaten/kota, daerah pemilihan dan tempat pemungutan suara yang tidak merata di antara provinsi-provinsi yang ada. Ketimpangan demikian itu nyaris tidak disadari oleh para pihak karena menyangkut semacam bloking mental yang bersifat paradigmatik, yang menganggap bahwa basis administrasi wilayah provinsi bagi KPU sub-nasional merupakan hal yang tidak bisa ditawar. Kajian ini merupakan yang pertama mempersoalkan ketimpangan cakupan wilayah kerja KPU sub-nasional, dengan menawarkan model yang lebih adil. Di sini dipergunakan metode analitis-deskriptif dengan memanfaatkan pendekatan AHP (analytical hierarchy process) untuk mengolah kriteria beban EMB tiap unit sub-nasional. Dari simulasi diperoleh hasil rekonstruksi yang menantang, yakni EMB sub-nasional baru yang disebut “KPU Regional”, yang secara komparatif satu sama lain keadaannya setara ditilik dari beban muatannya. Simulasi dilaksanakan untuk Jawa, Madura, Bali, yang sudah meliputi lebih separuh jumlah penduduk. Dalam hal ini wilayah DKI Jakarta tidak disertakan dalam simulasi; mengingat DKI merupakan wilayah khusus yang juga menanggung daerah pemilihan Luar Negeri. Rekonstruksi ini menuntaskan masalah ketimpangan KPU Provinsi dengan hasil yang menjanjikan, dengan implikasi yang tidak mengorbankan apapun; bahkan menghilangkan kendala paradigma spasial yang kontraproduktif bagi kebijakan publik.en_US
dc.description.abstractThe state of provincial KPUs throughout Indonesia shows a marked imbalance between one another. That can be seen from the responsibility of dependents as an Electoral Management Body (EMB) that involves the number of districts, constituencies, and polling stations. Such inequality was barely realized by the parties because it involved a mental-blocking paradigm, that the provincial region's administrative basis for the sub-national KPU was considered non-negotiable. This study is the first to address inequalities in the coverage of subnational KPU work areas. Here, using the analytical hierarchy process approach, an analytical-descriptive method is employed to evaluate the EMB dependency criterias. The results of a demanding reconstruction, namely the subnational EMB called the "Regional KPU," were found to be comparatively balanced in terms of the load from the simulation modeling. Simulations were carried out for Java, Madura, and Bali, which already covered more than half the population. The DKI Jakarta Region, which is a special area carrying also the electoral district abroad, is excepted. The reconstruction solved the EMB inequality problem with promising results and implications that lost nothing; even dismantling the constraints of the counter-productive spatial paradigm for public policy.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherMAGISTER ILMU PEMERINTAHAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTAen_US
dc.subjectclustering EMBen_US
dc.subjectstate auxiliaryen_US
dc.subjectinter-institutions inequalityen_US
dc.titleMODEL REKONSTRUKSI TATAKELOLA STRUKTUR KOMISI PEMILIHAN UMUM SUB-NASIONALen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record