Show simple item record

dc.contributor.authorINDRIASTI, NOVRITA
dc.date.accessioned2016-10-14T02:15:54Z
dc.date.available2016-10-14T02:15:54Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/5106
dc.descriptionJabatan Pembuatan Akta Tanah (PPAT) harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang. Adapaun tugas pokok dan kewenangan PPAT yaitu seperti diatur di dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1 dan 2). Jenis penelitian ini adalah penelitian Normatif-Empiris, metode penelitian hukum ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Dalam penelitian ini, akan diteliti data primer dan data sekunder. Dengan demikian ada dua kegiatan utama yang akan dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini, yaitu studi kepustakaan (Library Research) dan studi lapangan (Field Research). Hasil penelitian yang telah dilakukan penulis diperoleh bahwa di dalam melakukan transaksi jual beli tanah mereka hanya sebatas seperti jual beli barang pada umumnya, dan tidak selalu melalui Kepala Desa maupun PPAT. Kenyataan di lapangan dari pengakuaan Camat Kalibawang selaku pejabat PPAT sementara yang sudah hampir 5 tahun menjabat di Kecamatan Kalibawang belum pernah satu kalipun memproses akta jual beli maupun peralihan hak atas tanah, karena di desa proses perjanjian jual beli ini sudah terbiasa dilakukan dengan cara–cara yang sangat sederhana, padahal sudah jelas didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 mengatur tentang syarat-syarat terpenuhinya sahnya suatu penjanjian. Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis yaitu masih kurangnya pendekatan dan sosialisasi Pemerintah kepada masyarakat sehingga masyarakat melakukan jual beli tanah hanya dengan penjual dan pembeli, tanpa melalui Pemerintah Desa ataupun Pemerintah Kecamatan maupun Kabupaten (BPN). Pada hal tersebut sudah menjadi kebiasaan atau budaya masyarakat yang bertentangan dengan hukum atau wanprestasi. Pendaftaran tanah sudah jelas diatur di dalam Peraturan Pemerintah bahwa jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta resmi atau otentik, yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Bentuk-bentuk akta yang menjadi kewenangan PPAT diatur dalam Pasal 95 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa Akta tanah yang dibuat oleh PPAT untuk dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Hal tersebut sebagai bukti bahwa telah terjadi jual beli tanah, dan PPAT selanjutnya membuat akta jual beli. Masih kurang tegasnya Pemerintah terhadap pemberian sanksi kepada masyarakat yang melakukan jual beli tanah dibawah tangan tersebut sehingga masyarakat tidak merasakan akibat hukum dari perbuatan tersebuten_US
dc.description.abstractJabatan Pembuatan Akta Tanah (PPAT) harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang. Adapaun tugas pokok dan kewenangan PPAT yaitu seperti diatur di dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1 dan 2). Jenis penelitian ini adalah penelitian Normatif-Empiris, metode penelitian hukum ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Dalam penelitian ini, akan diteliti data primer dan data sekunder. Dengan demikian ada dua kegiatan utama yang akan dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini, yaitu studi kepustakaan (Library Research) dan studi lapangan (Field Research). Hasil penelitian yang telah dilakukan penulis diperoleh bahwa di dalam melakukan transaksi jual beli tanah mereka hanya sebatas seperti jual beli barang pada umumnya, dan tidak selalu melalui Kepala Desa maupun PPAT. Kenyataan di lapangan dari pengakuaan Camat Kalibawang selaku pejabat PPAT sementara yang sudah hampir 5 tahun menjabat di Kecamatan Kalibawang belum pernah satu kalipun memproses akta jual beli maupun peralihan hak atas tanah, karena di desa proses perjanjian jual beli ini sudah terbiasa dilakukan dengan cara–cara yang sangat sederhana, padahal sudah jelas didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 mengatur tentang syarat-syarat terpenuhinya sahnya suatu penjanjian. Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis yaitu masih kurangnya pendekatan dan sosialisasi Pemerintah kepada masyarakat sehingga masyarakat melakukan jual beli tanah hanya dengan penjual dan pembeli, tanpa melalui Pemerintah Desa ataupun Pemerintah Kecamatan maupun Kabupaten (BPN). Pada hal tersebut sudah menjadi kebiasaan atau budaya masyarakat yang bertentangan dengan hukum atau wanprestasi. Pendaftaran tanah sudah jelas diatur di dalam Peraturan Pemerintah bahwa jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta resmi atau otentik, yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Bentuk-bentuk akta yang menjadi kewenangan PPAT diatur dalam Pasal 95 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa Akta tanah yang dibuat oleh PPAT untuk dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Hal tersebut sebagai bukti bahwa telah terjadi jual beli tanah, dan PPAT selanjutnya membuat akta jual beli. Masih kurang tegasnya Pemerintah terhadap pemberian sanksi kepada masyarakat yang melakukan jual beli tanah dibawah tangan tersebut sehingga masyarakat tidak merasakan akibat hukum dari perbuatan tersebuten_US
dc.publisherFH UMYen_US
dc.subjectPerjanjian, Jual beli, Dibawah tangan.en_US
dc.titleAKIBAT HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DIBAWAH TANGAN YANG TERJADI DI DESA DEMPEL, KECAMATAN KALIBAWANG, KABUPATEN WONOSOBOen_US
dc.typeThesis SKR FH 120en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record