FLEKSIBILITAS IDEOLOGI POLITIK SYI’AH DALAM SISTEM POLITIK IRAN
Abstract
Latar belakang penelitian ini adalah bahwa revolusi yang telah berlangsung di Iran tahun 1978-1979 dan menghasilkan pemerintahan Islam yang berlangsung sampai hari ini, mengangkat banyak isu yang terkait dengan kebangkitan Islam kontemporer: keyakinan, kebudayaan, kekuasaan, dan politik dengan penekanan pada identitas bangsa, keaslian budaya, partisipasi politik, dan keadilan sosial disertai pula dengan penolakan terhadap pembaratan (gharbzadegi/westoxication), otoriterisme kekuasaan, dan pembagian kekayaan yang tidak adil. Ideologi politik Syi‟ah telah mengalami perkembangan sekaligus tetap eksis sampai hari ini, khususnya di Iran. Ideologi tersebut sangat adaptatif terhadap aneka perubahan situasi politik sekaligus berfungsi pulas sebagai landasan perubahan sistem politik di Iran. Pada akhirnya, pada latar belakang inilah muncul suatu permasalahan yang mencoba penulis ketahui tentang fleksibilitas ideologi politik Syi‟ah dalam sistem politik Iran.
Dari latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu, mengapa ideologi politik Syi'ah fleksibel dalam penerapannya pada sistem politik di Iran.
Metode dalam pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian kepustakaan (Library Research). Dalam penelitian ini, literatur atau data yang diklasifikasikan dalam kelompok data primer, kelompok data sekunder. Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan teknik analisis yang bersifat kualitatif, yaitu menjabarkan dalam bentuk kalimat secara jelas, sistematis sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan lengkap dalam suatu kesimpulan penelitian ini.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Bahwa sebab-sebab kemunculan ideologi politik Syi‟ah tentang kekuasaan dilatar belakangi dengan sejarah panjang Syi‟ah dalam peradaban Islam. Diawali dengan doktrin bahwa tidak terpisahkan antara agama dan politik, sehingga sesuatu yang tidak mungkin ketika Nabi tidak berbicara tentang imamah (kepemimpinan), dan kepemimpinan yang otoritatif pasca Nabi adalah Ali sesuai dengan keyakinan akan wasiat Nabi.