dc.description.abstract | This article discusses the interpretation of Abdul Moqsith Ghazali to alBaqarah
[2]: 62 and al-Maidah [5]: 69, on the salvation of non-Muslim community
according to religious pluralism. He used three methods of interpretation, which
are tafsîr maud}û’i, us}ûl al-fiqh, and hermeneutics. He said that the combination of
them will produce a full understanding. Even so, the results are not as expected.
Moqsith interprets the verses that seemed to support the idea of pluralism
textually, until reject the interpretation of mufassirîn. He concludes that two verses
above, do not explain about the obligation of Jews, Christians, and Shabiah in
order to believe in Prophet Muhammad, but only explain about the obligation
to believe in Allah and the Last Day, and do good deeds as defined in their holy
books. Thus, according to him, the Qur’an does not only recognize religious
teachings and people of other religions, however, they will be saved by God as
far as they practice their religion. It is clear that the results of the interpretation
of Moqsith very contradictory and not in accordance with interpretations of the
Muslim scholars. Because of Moqsith’s weakness in method of interpretation,
so create a partial understanding that the Qur’an legalizes religious pluralism.
On the contrary, it is clear that the majority of mufassirûn did not argue that way.
Makalah ini berusaha untuk mengetengahkan penafsiran Abdul Moqsith
Ghazali terhadap QS. al-Baqarah [2] ayat 62 dan QS. al-Maidah [5] ayat 69, tentang keselamatan non-Muslim sebagai legitimasi dari paham pluralisme agama. Dalam
menafsirkan keduanya, ia menggunakan tiga metode penafsiran, yaitu tafsîr maud}û’i,
us}ûl al-fiqh, dan hermeneutika. Menurutnya, perpaduan antara ketiga metode ini,
akan menghasilkan pemahaman yang utuh. Akan tetapi sebenarnya hasilnya tidak
demikian. Moqsith begitu tekstual dalam memahami ayat-ayat yang menurutnya
mendukung gagasan pluralisme agama, sampai-sampai menolak penafsiran para
ulama tafsir. Ia berkesimpulan kedua ayat di atas, tidak menerangkan tentang
kewajiban orang Yahudi, Nasrani, dan orang-orang Shabiah supaya beriman kepada
Nabi Muhammad SAW, namun hanya menerangkan tentang kewajiban untuk
beriman kepada Allah, Hari Akhir, dan perintah beramal saleh sebagaimana yang
ditetapkan dalam kitab suci mereka masing-masing. Sehingga, menurut Moqsith,
al-Qur’an tidak hanya mengakui ajaran agama dan umat agama lain, namun, mereka
juga akan diselamatkan Allah sejauh mereka menjalankan agama mereka. Jelas
bahwa hasil penafsiran dari Moqsith sangat bertentangan dan tidak sesuai dengan
penafsiran-penafsiran dari para ulama tafsir. Hal itu disebabkan karena kelemahan
metode tafsir yang digunakan oleh Moqsith tersebut, maka lahirlah pemahaman yang
parsial dan atomistik, yakni seakan al-Qur’an melegalkan paham pluralisme agama.
Padahal jelas bahwa mayoritas ulama tafsir terdahulu tidak menyatakan demikian. | en_US |