dc.contributor.author | WIDIANTI, ANITA | |
dc.contributor.author | HARTONO, EDI | |
dc.contributor.author | MUNTOHAR, AGUS SETYO | |
dc.contributor.author | WARDANI, SRI PRABANDIYANI RETNO | |
dc.date.accessioned | 2017-08-31T13:59:50Z | |
dc.date.available | 2017-08-31T13:59:50Z | |
dc.date.issued | 2017-06-06 | |
dc.identifier.uri | http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/14239 | |
dc.description | Keberadaan clay shale sangat tidak stabil meskipun berada pada lereng yang datar. Hal ini memunculkan banyak masalah geoteknik seperti salah satu contohnya longsor yang terjadi pada ruas jalan tol Cipularang KM. 97+500 (Irsyam et al., 2007), dan jalan tol Semarang – Bawen KM. 32+000 (Alatas et al, 2015), dimana timbunan badan jalan bertempat di atas material clay shale. Para ahli kesulitan menentukan bahan timbunan yang cocok dan aman untuk kontruksi jalan raya yang memilki tanah dasarnya berupa clay shale. Apabila menjumpai tanah jenis ini, biasanya para ahli geoteknik akan mengadakan penelitian lebih mendetail bila ingin membangun struktur bangunan di atasnya.
Slake durability merupakan pengukuran yang sering digunakan untuk mengukur derajat degradasi clay shale. Perbedaan metode pengujian slake durability akan menghasilkan nilai yang berbeda. Untuk itu evaluasi metode yang sesuai perlu dilakukan sebagai acuan yang sesuai untuk pengujian. Hopkins (1988) menyebutkan bahwa shale, bila digunakan sebagai bahan konstruksi, menyebabkan masalah besar karena cenderung untuk mengalami degradasi dari massa keras atau mengeras (indurated) menjadi massa tanah halus. Degradasi ini sering menghasilkan lempung atau lanau dengan daya dukung rendah (weak) dari shale di lapangan yang mungkin memiliki kekuatan geser sangat tinggi. Degradasi partikel shale di timbunan tidak terjadi permasalahan sampai beberapa tahun setelah konstruksi tetapi sering terjadi dalam jangka waktu yang lama. Terlebih lagi jika material tersebut dikupas dan mengalami perubahan cuaca yang sangat tinggi, teroksidasi dan terkena air. Stark dan Duncan (1991) menyebutkan bahwa kuat geser clay shale berkurang drastis hingga mencapai sangat lunak (fully softened strength) apabila dalam kondisi basah dan terendam. Ketika clay shale menerima beban berulang (cyclic loading), kekuatannya berangsur-angsur berkurang dari sangat lunak hingga mencapai kekuatan sisa (residual strength).
Apabila struktur yang dibangun clay shale tetap dibangun, maka perbaikan tanah diperlukan untuk mengurangi laju degradasi dan meningkatkan kuat geser tanah. Surendra et al. (1981) menyebutkan bahwa clay shale yang keras dan durable dapat ditempatkan sebagai tanah dasar, sedangkan clay shale lunak dan nondurable harus dihancurkan dan ditempatkan dalam lapisan tipis sebagai tanah timbunan. Clay shale keras dan durable sulit untuk distabilkan dengan cara mekanis, seperti upaya pemadatan. Untuk itu diperlukan kajian terhadap perubahan mineralogy dan struktur mikro dari clay shale guna memberikan acuan dalam teknik stabilisasi atau perbaikan tanah baik untuk lereng tepi jalan (cut slope) maupun tanah dasar jalan. Untuk keperluan konstruksi jalan, parameter yang diperlukan adalah kuat dukung tanah dasar yang dapat diukur dari nilai CBR, kuat tekan bebas, kuat geser, dan modulus of resilient, serta kemampuan layan yang diukur dengan derajat durabilitas. Perubahan sifat-sifat mekanik clay shale tersebut juga disebabkan oleh perubahan struktur mikro dan mineralogi. Komposisi unsur dalam setiap mineral dapat diketahui menggunakan uji EDX (Energy Dispersive X-Ray). Uji SEM (Scanning Electron Microscope) digunakan untuk mendapatkan gambaran detail permukaan mineral/material. | en_US |
dc.description.abstract | Clay shale sangat berbeda perilakunya dengan kebanyakan tanah lempung. Tanah lempung pada kondisi basah akan mengembang dan menyusut bila kering namun tetap mempunyai kuat dukung cukup baik. Clay shale pada kondisi tertutup sangat keras namun akan berkurang sangat drastis durabilitas dan kuat dukungnya bila terbuka (adanya kontak dengan air dan udara) karena mengalami degradasi. Permasalahan berkaitan dengan perilaku clay shale yang memerlukan perhatian yaitu pengaruh siklus basah – kering (slaking) terhadap perilaku masa tanah , dan tekanan pengembangan vertikal dari masa tanah. Clay shale sangat tidak stabil baik pada lereng yang datar dan terlebih di kemiringan. Hal ini memunculkan banyak masalah geoteknik seperti longsornya beberapa segmen badan jalan di ruas tol Cipularang dan lereng di ruas tol Semarang Bawen, dimana timbunan badan jalan bertempat di atas material clay shale. Konstruksi yang berada di atas clay shale banyak mengalami masalah seperti kegagalan daya dukung pondasi, kelongsoran lereng, kegagalan dalam pemilihan material timbunan dan lain-lain. Apabila menjumpai tanah jenis ini, biasanya para ahli geoteknik akan mengadakan penelitian lebih mendetail bila ingin membangun struktur bangunan di atasnya. Perbaikan tanah diperlukan untuk mengurangi laju degradasi dan meningkatkan kuat geser tanah. Karakterisasi tanah clay shale penting dilakukan untuk menjadi acuan perbaikan tanah.
Karakterisasi tanah clay shale yang akan dilakukan dalam penelitian ini diharapkan akan menjadi acuan dilapangan untuk digunakan dalam perbaikan/stabilisasi tanah clay shale secara umum. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji sifat fisik, sifat mekanik, mineralogi dengan uji EDX (Energy Dispersive X-Ray Spectrometer) dan uji SEM (Scanning Electron Microscope) untuk mengetahui perubahan struktur mikro tanah pada setiap tingkat degradasi. Pengujian tersebut dimaksudkan untuk mendukung penelitian lanjutan pada tahun kedua yaitu pengujian durabilitas pada tanah clay shale pada beberapa tingkat degradasi dengan variasi siklus pembasahan & pengeringan. Uji Slake Durability dilakukan pada setiap tingkat degradasi yang tejadi akibat pengaruh siklus basah & kering. | en_US |
dc.subject | clay shale, degradasi, karakterisasi, EDX,SEM, Slake Durability | en_US |
dc.title | KARAKTERISASI TANAH CLAY SHALE UNGARAN - BAWEN | en_US |
dc.type | Article | en_US |