TANGGUNG JAWAB AHLI WARIS DALAM PERJANJIAN KREDIT APABILA PEWARIS SEBAGAI NASABAH MENINGGAL DUNIA (STUDI KASUS PUTUSAN PN No. 48/Pdt.G/2015/PN.Bgr. jo PUTUSAN PT 258/PDT/2016/PT.BDG)
Abstract
Pemberian kredit oleh bank merupakan peran bank dalam menggerakkan roda perekonomian di Indonesia. Bank merupakan lembaga yang menghimpun dana dan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Bank dituntut untuk menerapkan prinsip kehati-hatian yaitu dilakukan dengan perjanjian tertulis atau perjanjian kredit. Selain itu bank juga sudah menetapkan klausula jaminan dan asuransi, ditemukan juga klausula ahli waris untuk membayar utang pewaris ketika debitur meninggal dunia. Penulisan dalam skripsi ini yang akan menjadi pokok pembahasan adalah bagaimanakah tanggung jawab ahli waris dalam perjanjian kredit apabila pewaris sebagai nasabah meninggal dunia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang. Sumber data terdiri dari data sekunder dengan menghimpun dan mengkaji berbagai kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan serta karya tulis yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Hasil penelitian Tanggung Jawab Ahli waris dalam Perjanjian Kredit apabila Pewaris sebagai Nasabah Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan PN No. 48/Pdt.G/2015/PN.Bgr jo Putusan PT No. 258/PDT/2016/PT.BDG), diharapkan ahli waris memahami klausula dalam perjanjian kredit karena sebagai pihak yang ikut bertanda tanda tangan ketika nasabah atau pewaris masih hidup melakukan hubungan hukum terhadap Pihak Bank. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 1100 KUHPerdata adalah Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan harus ikut memikul pembayaran hutang, hibah, wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu. Apabila ahli waris tidak melanjutkan angsuran kredit tersebut, maka jaminan dalam perjanjian kredit tersebut dapat dilelang pihak Bank sebagai wujud pelunasan kredit dari nasabah yang meninggal dunia.