KEBIJAKAN WAR ON DRUG PRESIDEN RODRIGO DUTERTE DI TENGAH TEKANAN AKTOR INTERNASIONAL
Abstract
Rodrigo Duterte resmi menjadi Presiden Terpilih Filipina ke-16 pada Mei 2016 lalu dan membuat gebrakan baru di Filipina dengan berbagai kebijakan-kebijakannya. Salah satu yang paling kontroversial adalah kebijakan War on Drug dimana Duterte memberi wewenang lebih kepada kepolisian untuk menembak mati Bandar narkoba yang menolak ditangkap. Hingga akhir Desember 2016, media melaporkan sebanyak 5000 lebih korban jiwa yang meninggal akibat operasi War on Drug tersebut, meskipun hampir setengah diantaranya mati oleh oknum bersenjata lain. Hal ini tentu membuat dunia gempar dengan banyaknya korban jiwa dan praktek eksekusi mati tanpa melalui peradilan yang jelas. Berbagai kritik dan kecaman dari aktor-aktor internasional, khususnya NGOs yang bergerak di bidang kemanusiaan berdatangan meminta Presiden Duterte menghentikan kebijakannya. Mereka beranggapan bahwa pembunuhan tidak dapat dibenarkan dalam upaya pemberantasan narkoba, karena hal itu melanggar hak-hak yang dimiliki individu. Namun, terlepas itu, Duterte tetap melanjutkan kebijakannya dan bahwa berniat untuk tidak berhenti hingga Bandar narkoba terakhir diringkus. Dalam sudut pandang Duterte, parmasalahan narkoba di negaranya sudah sangat pelik dan mengakar di masyarakat. Apabila tidak segera diselesaikan akan membahayakan kedaulatan negara. Maka dari itu, pemberantasan narkoba menjadi prioritas utama Duterte selama masa kepemimpinannya. Selain itu, data membuktikan, kebijakan War on Drug ini berhesil mengurangi peredaran narkoba di Filipina