PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN SANKSI BAGI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK
Abstract
Penjatuhan sanksi terhadap Anak sebagai pelaku tindak pidana
persetubuhan terhadap anak tidak terlepas dari pertimbangan hakim. Mengingat,
Undang-Undang SPPA menyatakan sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap Anak
terdiri atas pidana atau tindakan, hal ini berpotensi timbulnya disparitas
pemidanaan. Anak sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak
bukanlah tanpa sebab. Penelitian ini bertujuan untuk mengertahui faktor yang
melatarbelakangi Anak melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak
serta memahami pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi bagi Anak sebagai
pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak.
Penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum
normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, kasus, dan
analisis. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor yang melatarbelakangi anak
melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak terdiri dari faktor indogin
dan faktor eksogin. Faktor indogin yang melatarbelakangi Anak melakukan tindak
pidana persetubuhan terhadap anak, yaitu faktor usia Anak dan lemahnya iman
dalam diri Anak. Faktor eksogin yang melatarbelakangi Anak melakukan tindak
pidana persetubuhan terhadap anak, yaitu faktor pergaulan, media massa, peran
korban, keadaan rumah tangga, kurangnya pengawasan orang tua dan masyarakat.
Pertimbangan hakim yang didominasi oleh pertimbangan yuridis berdampak pada
upaya pembuktian hanya mengarah pada kesalahan Anak sebagai pelaku tindak
pidana persetubuhan terhadap anak tanpa mempertimbangkan pertimbangan non
yuridis yang berhubungan dengan latar belakang perbuatan Anak yaitu adanya
peran korban. Hal ini berdampak pada sanksi yang dijatuhkan oleh hakim berupa
sanksi pidana yaitu pidana penjara. Pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi
berupa tindakan bagi Anak sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap
anak, disamping didasarkan pada pertimbangan yuridis, hakim juga
mempertimbangakan pertimbangan non yuridis yang meliputi aspek keadaan diri
Anak dan aspek sosial kemasyarakatan dengan tetap berpedoman pada filosofi
paradilan pidana Anak yaitu demi kepentingan terbaik bagi Anak.
Anak melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak
dilatarbelakangi oleh 2 (dua) faktor yaitu faktor indogin dan eksogin.
Pertimbangan hakim yang didominasi pertimbangan yuridis dalam penjatuhan
sanksi bagi Anak sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak
berpotensi terjadinya disparitas pemidanaan. Peran orang tua sangat dibutuhkan
guna menekan jumlah Anak sebagai pelaku dalam tindak pidana persetubuhan
terhadap anak. Pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi bagi Anak sebagai
pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak harus didasarkan pada
pertimbangan yuridis dan non yuridis dengan tetap memperhatikan asas ultimum
remedium.