Show simple item record

dc.contributor.advisorRAHARJO, TRISNO
dc.contributor.advisorZUHDY, MUKHTAR
dc.contributor.authorPERMATASARI, IRAWATI DEWI
dc.date.accessioned2018-01-30T05:51:56Z
dc.date.available2018-01-30T05:51:56Z
dc.date.issued2017-12-14
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/17327
dc.descriptionPerkawinan suku sasak Lombok dikenal dengan istilah merariq, merariq dilakukan dengan cara membawa lari seorang perempuan oleh seorang laki-laki dari kekuasaan orangtuanya dan tanpa sepengetahuan orangtuanya serta merariq dijadikan ajang bagi pemuda suku sasak Lombok untuk membuktikan kelaki-lakiannya dan keberaniannya telah berani membawa lari seorang perempuan dari kekuasaan orangtuanya. Di Kabupaten Lombok Tengah merariq banyak dilakukan dengan membawa lari anak perempuan yang masih belum cukup umur untuk melangsungkan pernikahan. Pelaksanaan merariq dengan cara membawa lari anak perempuan tanpa sepengetahuan orangtuanya dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana penculikan anak dibawah umur yang diatur dalam Pasal 332 KUHP. Namun Merariq tidak merupakan suatu tindak pidana meski dalam pelaksanaannya dengan cara menculik dikarenakan membawa lari dalam tradisi merariq merupakan suatu budaya dan khusus di Lombok mambawa lari perempuan dengan tujuan untuk dinikahi di perbolehkan, namun merariq dapat mengakibatkan terjadinya tindak pidana jika dalam pelaksanaanya terjadi penganiayaan dan pembunuhan. Tradisi merariq merupakan bagian dari hukum adat suku sasak Lombok jika tradisi merariq ditentang oleh hukum Positif Indonesia dikarenakan pelaksanaannya bertantangan dengan aturan-aturan hukum positif maka masyarakat akan mengadakan penolakan terhadap aturan hukum positif Indonesia. Perlindungan hukum terhadap anak perempuan yang dinikahi dalam tradisi merariq telah diatur dalam berbagai aturan hukum, dalam hukum pidana perlindungan dilakukan apabila dalam proses merariq dilakukan persetubuhan dan tidak untuk dinikahi meski telah dibawa lari oleh laki-laki tersebut. Dalam ranah hukum perlindungan terhadap anak perempuan telah diatur dalam Pasal 26 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Perlindungan Anak yang menyatakan orangtua berkewajiban mencegah terjadinya pernikahan di usia anak-anak. Serta perlindungan dari LPA yang dilakukan dengan cara mengambil kembali anak perempuan yang hendak dinikahi dalam tradisi merariq kepada orangtuanya meski hukum adat suku sasak Lombok tidak membolehkan dikembalikan atau diambil kembali calon pengantin perempuan tersebut. Dalam hukum adat suku sasak Lombok perlindungan dilakukan dengan memisahkan anak perempuan dan laki-laki yang hendak menikahinya agar tidak terjadi pernikahan serta pemberian kesempatan kepada anak perempuan untuk memilih mau tidaknya dinikahi oleh laki-laki yang telah membawa lari.en_US
dc.publisherFH UMYen_US
dc.subjectTradisi Merariq, Hukum Adat, Hukum Pidana, Perlindungan Hukum.en_US
dc.titlePERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN DALAM TRADISI MERARIQ DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANAen_US
dc.typeThesis SKR F H 263en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record