STATUS TERDAKWA KEPALA DAERAH DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
Abstract
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui dan mengkaji tentang kedudukan kepala daerah yang berstatus sebagai terdakwa dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, melalui pendekatan kasus (case approach). Data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder, data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedudukan Kepala Derah yang berstatus sebagai Terdakwa dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia membawa konsekuensi dicabutnya secara hukum jabatan kepala daerah yang diembannya dan kondisi inilah yang kemudian mengaktifkan ketentuan Pasal 78 ayat 1 huruf c sehingga mewajibkan presiden atau Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan pemberhentian. Proses pemberhentian kepala daerah ada dua Pertama khusunya Bupati dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri diberhentikan dengan usulan DPRD pemberhentian ini berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud Pasal 67 huruf b, atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebgaimana dimaksud Pasal 76 ayat (1) keuali huruf c, huruf i, huruf j, dan perbuatan tercela. Kedua Gubernur diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kepala daerah diberhentikan secara tetap tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 83 ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.