RELASI KUASA DALAM PENGUBAHAN BUDAYA KOMUNITAS : NEGARA, MUSLIM, WONG SIKEP
Abstract
Kajian tentang komunitas lokal belum banyak mengaitkannya dengan issu teoritik yang berkembang di dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya antropologi, yaitu relasi kuasa (power relations). Sebuah pendekatan yang melihat manusia bukan sekedar obyek yang dipengaruhi struktur, namun ia juga memiliki kebebasan dan bahkan menentukan struktur. Karenanya dalam relasinya dengan pihak lain, manusia adalah ’agen’ yang aktif, kreatif, dan bahkan manipulatif yang berorientasi kepada kepentingan dirinya. Setiap orang sama-sama menjalankan kuasa untuk mencapai keunggulan, meskipun dalam proses menjalankan kuasa tersebut ada yang unggul dan ’kalah’ atau mengalah, namun sifatnya sementara, karena kuasa itu bersifat dinamis dan kuasa bukan milik elite tertentu, tapi ia dijalankan oleh semua orang. Dalam kaitannya dengan relasi antarkelompok, setiap kelompok menjalankan kuasanya, termasuk kelompok lokal yang dianggap ’lemah’ oleh pihak lain. Bahkan ketika si ’lemah’ dianggap kalah, sebenarnya ia sedang menjalankan kuasa sesuai kepentingannya, proses untuk memilih atau tidak memilih, menerima atau tidak menerima, mengadaptasi atau tidak suatu ide atau pengetahuan dan tindakan dari pihak lain merupakan indikator bahwa pihak tersebut juga menjalankan kuasa. Lebih dari itu, kemenangan suatu pihak justru karena adanya legitimasi dari yang ’kalah’ karena disesuaikan dengan kepentingan pihak yang ’kalah’ tersebut.