STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PASCA KONFLIK DALAM MENJAGA DAN MEMBANGUN PERDAMAIAN STUDI KASUS : PENOLAKAN CAMAT DI PAJANGAN
Abstract
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa yang melatarbelakangi terjadinya konflik penolakan camat Pajangan di Bantul, serta bagaiaman resolusi konflik kasus penolakan camat Pajangan yang dilakukan oleh pemerintah dengan masyarakat. Informan dalam penelitian ini adalah ada ormas, sivil society, tokoh masyarakat, tokoh adat, serta pihak keamanan di Kecamatan Pajangan yang mengetahui dalam penolakan kasus ini. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu suatu penilaian yang dilakukan sebagai suatu usaha untuk menemukan mengembangkan, menguji kebenaran dan mencari kembali suatu pengetahuan dengan metode-metode ilmiah. Adapun dasar penelitian yaitu studi kasus yakni tipe pendekatan penelitian yang penelaahannya terhadap satu kasus yang dilakukan dengan mengumpulkan berbagai data maupun informasi untuk mendapatkan gembaran secara mendalam dan mendetail terhadap kasus tersebut. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi di kecamatan Pajangan ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kurangnya sosialisasi dari pemerintah terkait kebijakan dalam penetapan camat Pajangan. Pemerintah kurang terbuka terhadap masyarakat mengenai kebijakkan-kebijakkan yang di keluarkannya, kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah kurang tepat, kebijakkan tersebut tidak sesuai dengan kultur masyarakat di Pajangan, meskipun kebijakan Bupati tidak menyalahi UUD pemilihan camat. Selain itu, masyarakat merasakan kebijakkan Bupati tersebut dapat mengganggu kondisi kultur di Pajangan, terutama masyarakat di Pajangan yang mayoritas muslim, serta adanya perbedaan keyakinan yang menjadi alasan utama bagi masyarakat Pajangan, pemerintah Bantul dengan masayarakat yang dirugikan dalam hal penolakan camat .Selain itu, konflik tersebut membuat situasi kondisi masyarakat menjadi kurang harmonis, yang dilatarbelakangi oleh beberapa factor, seperti kurangnya sosialisasi, kurang netralnya pemerintah maupun stekholder lainnya, komunikasi Politik yang macet dan tidak berjalan dengan baik; serta melihat penolakan camat yang terkesan lambat. Pemerintah maupun masyarakat telah melakukan beberapa hal sebagai resolusi konflik seperti negosiasi, mediasi, dan terakhir arbitrasi.