Show simple item record

dc.contributor.advisorWIJAYANTI, SEPTI NUR
dc.contributor.authorJANUARDI, HILMY TRI
dc.date.accessioned2018-11-12T03:29:18Z
dc.date.available2018-11-12T03:29:18Z
dc.date.issued2018-08-25
dc.identifier.urihttp://repository.umy.ac.id/handle/123456789/23040
dc.descriptionPenulisan skipsi ini bertujuan untuk mengetahui serta mengkaji mengenai analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 dalam menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Salah satu kewenangan Mahkamah sebagaimana telah diatur dalam Pasal 24C adalah untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum. Namun melalui Putusan inilah Mahkamah telah membatasi makna pemilihan umum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 24C tersebut.pemilihan umum yang dimaksud hanyalah sebatas untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sedangkan untuk hal pemilihan kepala daerah tidak termasuk kedalam pengertian pemilihan umum, karena pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah diatur dalam pasal serta bab yang berbeda sehingga kewenangan Mahkamah dalam hal penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah menjadi batal demi hukum. Berdasarkan dasar pertimbangan Mahkamah dalam Putusan No.97/PUU-XI/2013 mahkamah memberikan kewenangan kepada pembuat Undang-Undang (open legal policy) untuk menentukan pemilihan kepala daerah termasuk pemilhan umum atau tidak, namun apabila dicermati lagi pengaturan mngenai pemilhan umum dan pemilihan kepala derah telah diatur dalam pasal serta bab yang berbeda maka konsep open legal policy sudah tidak berlaku lagi karena peraturan tertinggi dalam hirarki telah mengatur hal yang demikian.en_US
dc.description.abstractPenulisan skipsi ini bertujuan untuk mengetahui serta mengkaji mengenai analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 dalam menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Salah satu kewenangan Mahkamah sebagaimana telah diatur dalam Pasal 24C adalah untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum. Namun melalui Putusan inilah Mahkamah telah membatasi makna pemilihan umum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 24C tersebut.pemilihan umum yang dimaksud hanyalah sebatas untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sedangkan untuk hal pemilihan kepala daerah tidak termasuk kedalam pengertian pemilihan umum, karena pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah diatur dalam pasal serta bab yang berbeda sehingga kewenangan Mahkamah dalam hal penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah menjadi batal demi hukum. Berdasarkan dasar pertimbangan Mahkamah dalam Putusan No.97/PUU-XI/2013 mahkamah memberikan kewenangan kepada pembuat Undang-Undang (open legal policy) untuk menentukan pemilihan kepala daerah termasuk pemilhan umum atau tidak, namun apabila dicermati lagi pengaturan mngenai pemilhan umum dan pemilihan kepala derah telah diatur dalam pasal serta bab yang berbeda maka konsep open legal policy sudah tidak berlaku lagi karena peraturan tertinggi dalam hirarki telah mengatur hal yang demikian.en_US
dc.publisherFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTAen_US
dc.subjectMahakamah Konstitusi, Pemilihan Umum, Pemilihan Kepala Daerahen_US
dc.titlePEMBATALAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI MENGADILI PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAHen_US
dc.typeThesis SKR FH 195en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record