PEMBATALAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI MENGADILI PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH
Abstract
Penulisan skipsi ini bertujuan untuk mengetahui serta mengkaji mengenai analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 dalam menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Salah satu kewenangan Mahkamah sebagaimana telah diatur dalam Pasal 24C adalah untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum. Namun melalui Putusan inilah Mahkamah telah membatasi makna pemilihan umum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 24C tersebut.pemilihan umum yang dimaksud hanyalah sebatas untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sedangkan untuk hal pemilihan kepala daerah tidak termasuk kedalam pengertian pemilihan umum, karena pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah diatur dalam pasal serta bab yang berbeda sehingga kewenangan Mahkamah dalam hal penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah menjadi batal demi hukum. Berdasarkan dasar pertimbangan Mahkamah dalam Putusan No.97/PUU-XI/2013 mahkamah memberikan kewenangan kepada pembuat Undang-Undang (open legal policy) untuk menentukan pemilihan kepala daerah termasuk pemilhan umum atau tidak, namun apabila dicermati lagi pengaturan mngenai pemilhan umum dan pemilihan kepala derah telah diatur dalam pasal serta bab yang berbeda maka konsep open legal policy sudah tidak berlaku lagi karena peraturan tertinggi dalam hirarki telah mengatur hal yang demikian.