REPRESENTASI ETNOSENTRISME SUKU, AGAMA, RAS, DAN ANTARGOLONGAN DALAM IKLAN KAMPANYE PEMILIHAN GUBERNUR DKI JAKARTA 2017 (ANALISIS SEMIOTIK DALAM IKLAN KAMPANYE POLITIK BASUKI-DJAROT DAN ANIES-SANDI)
Abstract
Pemilihan gubernur DKI Jakarta dilaksanakan pada tahun 2017, berbagai iklan politik mulai bermunculan. Iklan politik digunakan untuk menyampaikan pesan politik seperti visi, misi, dan citra diri oleh kandidat kepada khalayak menggunakan media massa. Setelah adanya kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama, isu-isu sensitif tentang SARA mulai dimanfaatkan dalam kampanye politik, terutama dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017, karena Basuki merupakan calon gubernur petahana.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui representasi etnosentrisme suku, agama, ras, dan antargolongan dalam iklan kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan metode analisis semiotik Roland Barthes. Objek penelitian ini adalah iklan dari dua pasangan calon gubernur DKI Jakarta 2017 yaitu Perjuangan Belum Selesai, Beragam itu Basuki - Djarot, Jakarta Maju Bersama Anies - Sandi, dan Anies – Sandi Langkah Maju.
Hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam iklan kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 telah merepresentasikan etnosentrisme suku, agama, ras, dan antargolongan para calon gubernur DKI Jakarta 2017. Pasangan Basuki-Djarot membawa representasi dari minoritas melalui sosok Basuki dan aktor dengan ciri fisik etnis Tionghoa dengan iklan yang lebih menekankan pada pembuktian bahwa kalangan minoritas baik dari suku, agama, ras, dan antargolongan yang sering mengalami diskriminasi mampu menunjukkan superiornya terhadap kalangan mayoritas di Indonesia. Sedangkan pasangan Anies – Sandi merepresentasikan mayoritas terutama agama Islam, melalui atribut agama Islam seperti jilbab, baju putih, dan peci serta menampilkan pembangunan ekonomi umat Islam dengan memberikan pekerjaan kepada umat Islam sendiri.