AKIBAT HUKUM DITOLAKNYA PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING DI INDONESIA (STUDI KASUS: PUTUSAN MA NO. 26 PK/Pdt.Sus-Arbt/2016)
Abstract
Pelaku usaha di Indonesia seringkali melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha asing. Hubungan usaha tersebut menjadi bagian dalam dunia perdagangan internasional. Dalam hubungan usaha internasional seringkali terjadi sengketa perdagangan. Dalam menyelesaikan sengketa tersebut para pelaku usaha lebih memilih melaui lembaga arbitrase daripada lembaga peradilan. Lembaga independen ini menjadi cara penyelesaian sengketa yang paling diminati dalam dunia perdagangan khususnya dalam perdagangan internasional. Selain prosesnya yang cepat dan biaya yang murah, kerahasiaannya juga terjaga. Para pihak juga dapat memilih arbiter sesuai dengan kriteria mereka masing-masing dan pemilihan hukum yang akan diberlakukan untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Meskipun sifatnya independen lembaga arbitrase ini memiliki putusan yang sifatnya final dan mengikat para pihak. Namun, lembaga arbitrase tidak memiliki daya pelaksanaan atau eksekuatur. Eksekuatur dimiliki oleh lembaga peradilan. Apabila para pelaku usaha memilih lembaga arbitrase di luar wilayah Indonesia maka pelaksanaan atas putusan tersebut harus melalui peradilan Indonesia yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan arbitrase asing harus dimohonkan pengakuan dan pelaksanaannya melalui Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di tangan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat inilah suatu putusan arbitrase asing itu dinyatakan dapat dilaksanakan atau ditolak. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang menolak putusan arbitrase asing apabila dalam putusan tersebut ditemukan pelanggaran dalam sendi-sendi hukum di Indonesia.