EVALUASI PROGRAM SEKOLAH SIAGA BENCANA (SSB) SEBAGAI LANGKAH MITIGASI BENCANA DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI KASUS: SD NEGERI BANGUNREJO 1 DAN SD NEGERI BALUWARTI)
Abstract
Kota Yogyakarta termasuk daerah di Indonesia yang rawan terhadap bencana, terbukti adanya peristiwa gempabumi tahun 2006 yang lalu memberi dampak yang terbilang sangat parah. Untuk meminimalisir dampak bencana yang mungkin sewaktu-waktu dapat terjadi, perlu sebuah upaya mitigasi bencana. Maka dari itu, BPBD DIY membuat sebuah program Sekolah Siaga Bencana (SSB) sebagai upaya mitigasi bencana berupa pendidikan kebencanaan berbasis sekolah sesuai Pasal 44 hurf c UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Harapannya dengan adanya program SSB ini, anak-anak bisa menjadi generasi tangguh bencana mengingat mereka termasuk rentan menjadi korban jika terjadi bencana. Kota Yogyakarta sendiri baru memilik 3 (tiga) sekolah berbasis SSB yaitu SD Negeri Bangunrejo 1 dan SD Negeri Bangunrejo 2 yang sudah dikukuhkan sejak tahun 2015, dan SD Negeri Baluwarti pada tahun 2016.
Penelitian ini membahas mengenai evaluasi program Sekolah Siaga Bencana (SSB) sebagai Langkah Mitigasi Bencana di Kota Yogyakarta dengan studi kasus yang digunakan yaitu 2 (dua) sekolah tingkat dasar sekaligus sekolah yang ditetapkan sebagai Sekolah Siaga Bencana (SSB) di Kota Yogyakarta yaitu SD Negeri Bangunrejo 1 dan SD Negeri Baluwarti. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan desain penelitian evaluatif yang berorientasi pada jenis evaluasi CIPP model (Context, Input, Process, Product) yang dikembangkan oleh Stufflebeam (1976). Ada 2 (dua) teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara dan dokumentasi. Sedangkan tenik analisis data menggunakan salah satu software CAQDAS (Computer-Assisted Qualitative Data Analysis Software) yaitu NVivo 12 plus.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Pada tahap context bisa dikategorikan baik dimana SD Negeri Baluwarti sudah memenuhi semua komponen mulai dari latar belakang program, tujuan program, struktur organisasi program, dan saran prasarana pelaksana program. Tetapi SD Negeri Bangunrejo 1 belum ada struktur organisasi program. (2) Pada tahap input bisa dikategorikan cukup dimana dari empat komponen, SD Negeri Baluwarti belum mempunyai peraturan khusus terkait program dan SD Negeri Bangunrejo 1 juga belum mempunyai peraturan khusus dan kurikulum terkait program. (3) Pada tahap process sudah berjalan dengan baik dimana program SSB masih berjalan, hanya saja SD Negeri Bangunrejo 1 lebih memfokuskan pada pembelajaran di kelas tanpa adanya simulasi sedangkan SD Negeri Baluwarti tetap melaksanakan simulasi minimal setahun sekali. (4) Pada aspek product sudah sesuai tujuan program SSB yaitu meningkatkan kesiapsiagaan warga sekolah terhadap bencana.