POLA RELASI EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF PADA PENYUSUNAN LEGISLASI DAERAH (STUDI DI PEMBAHASAN APBD KABUPATEN BURU SELATAN 2015)
Abstract
Pembahasan APBD merupakan proses yang sangat kompleks. Hal ini Nampak meski
telah adan aturan yang mengatur tentang mekanisme pembahasan anggaran namun tetap saja
di dalamnya sarat dengan pola relasi kepentingan para elit Eksekuti dan Legislatif. Dengan
adanya aturan hukum tentang mekanisme pembahasan perda APBD maka yang terjadi ialah
pola relasi elit yang relatif demokratis dan transparansi sehingga melahirkan anggaran yang
aspiratif. Faktanya, banyak terbit APBD Kabupaten Buru Selatan yang bermasalah (tidak
tepat waktu) yaitu dari tahun pembahasan 2010 sampai 2015 selalu terjadi tarik ulur
kepentingan yang mengakibatkan keterlambatan penetapan APBD. oleh karenya menjadi
penting untuk dilakukan studi tentang (1) pola relasi Eksekutif dan Legislatif pada proses
pembuatan APBD Kabupaten Buru Selatan. (2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
Pola Relasi Eksekutif dan Legislatif pada pembahasan APBD Kabupaten Buru Selatan Tahun
2015.
Untuk menjawab permasalahan tersebut maka harus dilakukan analisis secara
komprehensif untuk menemukan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Sehingga metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif kualitatif. Studi deskriptif kualitatif ini
berfungsi untuk menjelaskan dan membaca pola relasi antara eksekutif dan legislatif dalam
melakukan tahapan-tahapan pembahasan APBD. Teknik pengumpulan data yang digunakan
ada beberapa yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan menggunakan bahan-bahan yang
terkait. Pendekatan yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Sumber data primer
adalah sumber data yang diperoleh langsung dari responden atau objek yang diteliti,
sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh melalui dokumendokumen
tertulis, arsip maupun yang lainnya pada instansi atau lembaga yang berhubungan
dengan penelitian. Dalam menentukan hasil penelitian tentang pola relasi yang terjadi maka
menggunakan teori pola interkasi dalam kekuasaan model stone yang yaitu Model interaksi
Decisional, model interkasi Anticipated Reaction, Interaksi Nondecisional Making, Interaksi
Sytemic. Dan teori model ROCCIPI (Rule, Capacity, Comunication, interest, process,
ideologi).
Berdasarkan Deskripsi temuan hasil penelitian dan hasil analisis dapat disimpulkan
bahwa pola relasi Eksekutif dan Legislatif pada Pembahasan APBD Tahun 2015 sebagai
berikut: Pertama, ditemukan tiga pola interaksi eksekutif dan legislatif yaitu akomondasi,
dominasi, dan kompromi namun di antara ketiga pola interaksi dari keseluruhan pembahasan
kebijakan anggaran ditemukan adanya proses pola yang lebih mendominasi. Kedua, Pola
Interaksi Decesional Yaitu Pola pertentangan yang berlangsung pada perumusan (KUA) dan
(PPAS) sehingga mengakibatkan keterlamabatan penetapan APBD, pola interakasi kekuasaan
yang terjadi tawar menawar (barganing) untuk melakukan pertukaran kepentingan legislatif
kepada Eksekutif yang tidak diakomodir Pada (RKA) SKPD.Ketiga, pola interkasi
Anticipated Reaction yaitu Pemerintah Kabupaten Buru Selatan menerima kepentingan
DPRD yang mejadi rekomendasi Reses untuk menjaga kestabilan pembahasan APBD Tahun
2015.Keempat, Pola interaksi Non Decisional yaitu pihak legislatif menolak melakukan
pembahasan KUA dan PPAS karena dari pihak eksekutif tidak menyerahkan dokumen
Rencana Kerja Anggaran (RKA) dari masing-masing SKPD. Sedangkan Fakto-faktor ang
mempengaruhi Pola Relasi eksekutif dan legislatif pada pembahasan APBD Tahun 2015
yaitu Personal Background dan political Background.