PENERAPAN SANKSI PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PERKOSAAN OLEH AYAH TERHADAP ANAK KANDUNG (INCEST)
Abstract
Perkosaan sedarah (incest) oleh ayah kandung semakin marak terjadi.
Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur tentang sanksi pidana bagi
orang tua yang melakukan tindak pidana perkosaan terhadap anaknya, yakni
sanksi ditambah 1/3 dari ancaman pidana. Penelitian ini bertujuan mengetahui
faktor terjadinya perkosaan sedarah (incest) yang dilakukan oleh ayah terhadap
anak kandung dan penerapan sanksi pidana pelaku tindak pidana perkosaan oleh
ayah terhadap anak kandung (incest).
Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif dengan
pendekatan perundang-undangan, analisis, dan kasus. Sumber data pada penelitian
ini adalah sumber data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, bahan hukum tertier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perkosaan sedarah (incest) yang
dilakukan ayah terhadap anak kandung disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor
tersebut antara lain tidak bermoral atau lemahnya iman, ekonomi, kesempatan,
ancaman, pengaruh alkohol, kesepian, keluarga tidak harmonis, pendalaman ilmu
hitam, dan ketidaktahuan korban tentang seksual. Penerapan sanksi pidana pelaku
tindak pidana perkosaan oleh ayah terhadap anak kandung menunjukkan bahwa
masih ada hakim yang tidak menerapkan sanksi pidana sebagaimana aturan yang
berlaku. Berdasar kasus-kasus tindak pidana perkosaan incest dilakukan ayah
terhadap anak kandung yang telah diputus Pengadilan Negeri dan memiliki
kekuatan hukum tetap, ada hakim yang menerapkan sanksi pidana sebagaimana
ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak yang semestinya
ketentuan tersebut diterapkan terhadap pelaku pencabulan yang bukan merupakan
orang tua korban, sehingga tidak mempertimbangkan penambahan sanksi 1/3 dari
ancaman pidana, maka penjatuhan pidana lebih ringan. Hal ini berbeda dengan
hakim yang telah menerapkan sanksi pidana berdasar Pasal 81 ayat (3) Undang-
Undang Perlindungan Anak, sanksi pidana lebih berat mengingat adanya
tambahan sanksi pidana 1/3 dari ancaman pidana karena pelaku perkosaan
merupakan ayah terhadap anak kandungnya sendiri.
Perkosaan incest pada dasarnya disebabkan oleh lemahnya iman, sehingga
keimanan harus dijaga agar hawa nafsu tetap terkontrol. Penerapan sanksi pidana
pelaku tindak pidana perkosaan oleh ayah terhadap anak kandung (incest) belum
diterapkan sebagaimana ketentuan Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang
Perlindungan Anak, seharusnya hakim mempertimbangkan pemberatan sanksi
pidana terhadap ayah yang memperkosa anak kandungnya, sehingga pidana yang
dijatuhkan lebih berat. Penjatuhan pidana memang tidak dapat mengembalikan
kerugian yang diderita korban, namun setidaknya dengan penjatuhan sanksi yang
berat, secara psikologis dapat memberikan kepuasan terhadap korban dan merasa
dihargai.